Ryu's Said

Wellcome to my Blog, please enjoy and coment

Sunday, December 28, 2014

3 Kasus Telematika



kasus 1: Pencemaran Nama Baik Terhadap RS Omni Internasional
MAKASSAR,KOMPAS.com-Pakar hukum telematika menilai tersangka kasus pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional, Prita Mulyasari, tidak bersalah.
“Setelah melakukan analisis pada surat Prita, menurut saya tujuan tersangka dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum dengan menyampaikan nasihat untuk berhati-hati dengan pelayanan rumah sakit,” kata Ronny, M.Kom,M.Hum, di Makassar, Minggu (7/6).
Menurutnya, pesan yang disampaikan untuk kepentingan umum telah ditegaskan dalam Pasal 310 ayat 3 KUHP yang menyebutkan bahwa “tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”
Muatan kepentingan umum tersebut, kata dia, tergambar jelas dalam surat Prita yang  menunjukkan bahwa tersangka bermaksud menyampaikan nasihat kepada teman-temannya agar berhati-hati. Dia menilai, tulisan Prita juga merupakan keluh kesah kepada teman-temannya atas apa yang dialami. “Itu dilakukan dengan tujuan menenangkan diri atau mengurangi kekecewaan dengan cara mengekspresikan lewat tulisan yang dikirim ke sejumlah orang dalam jumlah terbatas,” katanya.
Ronny sangat yakin Prita bukan orang yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang komputer dan internet. “Dia tidak menyangka bahwa surat yang dikirimnya ke milis (mailing list) bisa dibaca oleh orang yang bukan anggota milis tersebut,” ujar salah seorang saksi ahli judicial review UU ITE tersebut.
Sementara itu, terkait kata penipuan dalam judul surat Prita, Ronny mengatakan, hal itu adalah fakta yang diungkapkan ibu dua anak tersebut atas kejadian yang dialaminya. “Penipuan yang dimaksud yakni tidak diperolehnya informasi hasil laboratorium, kebohongan dokter dan pihak RS, diagnosis yang salah serta efek samping yang terjadi,” kata Ronny.
Namun, Ronny menyayangkan Prita tidak melakukan tindakan hukum dengan melaporkan kerugian yang dideritanya kepada pihak kepolisian sebagai perbuatan pidana. “Padahal, pelanggaran tindakan medis RS OMNI terhadap Prita bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” kata Ronny.

Tanggapan:
Indonesia merupakan negara hukum beserta hukum yang tersusun atas UU. Indonesia adalah negara hukum yang demokratis, sehingga perlindungan terhadap kebebasan dan perlindungan seperti HAM telah diatur dalam UU. Kasus Ibu Prita Mulyasari dengan RS Omni Internasional adalah bukti nyata adanya cacat hukum di Indonesia. Kasus Ibu Prita Mulyasari menunjukkan bahwa hukum di Indonesia tidak lagi transparan, tidak ada supremasi hukum, dan tidak mengandung nilai-nilai perlindungan hak asasi manusia sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28. Terbukti dengan vonis bersalah terhadap Ibu Prita Mulyasari yang notabene powerless. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dunia kedokteran Indonesia, saat ini pantas menyandang julukan Excellent with materialitas.

Kasus 2 : Menyoal Kasus Hacking Situs Presiden SBY

Jakarta - Serangan terhadap domain pribadi Presiden SBY oleh seorang hacker muda yang ditangkap dengan tuduhan melakukan defacing (penggantian halaman muka situs) terhadap domain www.presidensby.info sejatinya bisa dibilang cuma sebuah aksi tanpa perencanaan yang hanya bertujuan mencari eksistensi jati diri di dunia cyber.
Hal ini terlihat dari pengakuan pelaku yang diberitakan oleh berbagai media. Akan tetapi di sisi lain, kasus ini membuka mata banyak pihak untuk melihat lebih lanjut tentang keberadaan situs yang diduga dengan mudah di-deface oleh sang pelaku.
Sisi pandang yang perlu dicermati dari kasus ini adalah, apakah situs www.presidensby.info tersebut adalah situs resmi dan bisa dikategorikan sebagai situs pemerintah yang sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri.
Ini bisa dilihat dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 28/PER/M.KOMINFO/9/2006 tentang Penggunaan Nama Domain go.id untuk Situs Web Resmi Pemerintahan Pusat dan Daerah pada BAB II Pasal 2 dan 3.
Kembali pada kasus aksi deface yang dilakukan oleh pemuda berinisial 'W' asal jember ini yang dalam dugaan saya memanfaatkan celah pada pengelolaan domain yang dimiliki oleh www.presidensby.info, yang informasinya bisa diambil dari berbagai situs whois domain di internet dan didapati bahwa domain tersebut dikelola oleh pihak ketiga di luar dari pengelola situs tersebut.
Bahasa teknis DNS Poisoning yang biasa digunakan dalam tehnik ini, sejatinya sudah bukan barang baru. Tetapi kembali lagi bahwa celah keamanan pada sistem ini di-handle oleh pihak pengelola domain yang 'disewa' oleh pembuat situs.
Pihak Kepolisian yang cepat dalam bergerak juga di sisi lain wajib mendapat penghargaan dengan segala SDM yang sudah mampu melakukan tracking dengan cepat.

Tanggapan:
Serangan terhadap domain pribadi Presiden SBY adalah pelajaran bagi pemerintah bahwa keamanan terhadap informasi atau data kurang ketat dalam penjagaannya karena yang seharusnya hanya dapat diakses oleh pihak berwenang kini terdapat celah sehingga dapat diakses oleh pihak tertentu yang tidak berwenang. Diharapkan bagian IT pemerintah seharusnya memperketat penjagaan informasi atau data dengan begitu diharapkan tidak terjadi lagi kecolongan data oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Pihak kepolisian harus diberi apresiasi karena telah bekerja dengan cepat dalam kasus ini.

Kasus 3: Kasus Pembobolan Situs KPU

Pada hari Sabtu (17/4/2004) jam 03:12:42, Seorang hacker secara tanpa hak melakukan akses ke jaringan telekomunikasi milik KPU dan melakukan penyerangan ke server tnp.kpu.go.id dengan cara SQL (Structure Query Language) Injection. Hacker berhasil menembus kunci pengaman  Internet Protocol (IP) 203.130.201.134 yang tak lain adalah IP tnp.kpu.go.id. Teknik yang dipakai Hacker adalah teknik spoofing(penyesatan), yaitu melakukan  hacking dari IP 202.158.10.117 PT Danareksa dengan menggunakan IP Proxy Thailand yaitu 208.147.1.1 yang didapatkan Hacker dari situs http://www.samair.ru/proxy.
Dengan IP Proxy Thailand tersebut, Hacker mencoba menganalisa kembali komputer-variabel yang ada di situs http://tnp.kpu.go.id. Metode yang digunakan masih SQL Injection yaitu dengan menambahkan perintah-perintah SQL dari  http://tnp.kpu.go.id/DPRDII/ dpr_dapil.asp?type=view&kodeprop= 1&kodekab=7.
Dari hasil analisa tersebut, didapat nama kolom ‘nama’ dan ‘pkid’ di ‘tabel partai’ pada web tnp.kpu.go.id. Kemudian dari hasil uji coba diperoleh kesimpulan bahwa situs TNP KPU terkena Bug SQL Injection. Hal ini omp dilihat dari pesan error yang tampak pada browser yang digunakan Hacker pada saat menggunakan metode SQL Injection.
Dengan menggunakan modifikasi URL, Hacker kemudian menambahkan perintah-perintah SQL seperti pada Contoh: http://tnp.kpu.go.id/DPRDII/dpr_dapil.asp?type=view&kodeprop=1&kodeprop=1&kodekab=7;UPDATE partai set nama=’partai dibenerin dulu nwebnya where pkid 13’;
Penambahan kode SQL tersebut telah menyebabkan perubahan pada salah satu nama partai di situs TNP KPU menjadi ‘partai dibenerin dulu webnya‘. Hacker berhasil melakukan perubahan pada seluruh nama partai di situs TNP KPU pada jam 11:24:16 sampai dengan 11:34:27. Perubahan ini menyebabkan nama partai yang tampil pada situs yang diakses oleh omput, seusai Pemilu Legislatif lalu, berubah menjadi nama-nama lucu seperti Partai Jambu, Partai Kelereng, Partai Cucak Rowo, Partai Si Yoyo, Partai Mbah Jambon, Partai Kolor Ijo, dan lain sebagainya.

Tanggapan:
Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran dan peringatan bagi pemerintah bahwa keamanan data atau informasi kurang optimal. Karena kurang optimalnya keamanan tersebut maka orang tidak berwenang dapat mengakses data yang semestinya tidak terjadi. Pihak pemerintah harus bertindak tegas dengan didasarkan UU dalam penanganan kasus ini. Pemerintah juga harus memperhatikan bagian IT pemerintah dengan meningkatkan pengetahuan staff  sehingga dapat membuat keamanan yang ketat dalam menjaga data atau informasi.

Sumber:

No comments:

Post a Comment